Jumat, 28 Mei 2010

Equilibrium love.....

Cinta yang islami tidaklah mengenal batas ruang dan waktu serta melampau batas fisik materi. Cinta yang fitri kata orang bijak adalah buah yang tidak mengenal musim dan dapat dipetik oleh siapa pun. Cinta yang demikian tak jadi masalah kepada siapapun dan seberapa besar asalkan karena Allah dan dijalan-Nya.

Equilibrium Love... cinta yang proposional, antara cinta kepada Allah yang tidak menelantarkan cinta kepada makhluk, dan cinta kepada makhluk yang tidak melalaikan bahkan senantiasa dalam cinta kepada Allah Sang Khalik.

Perasaan cinta yang dialami setiap jiwa manusia memang sebuah misteri sebagaimana fenomena ruh (jiwa). Nabi saw. bersabda: "Ruh itu laksana pasukan yang dikerahkan, maka seberapa jauh mereka saling mengenal maka sejauh itu pula mereka saling menyatu, dan seberapa jauh mereka tidak saling mengenal maka sejauh itu pula mereka akan berselisih." (HR Bukhari, Muslim dan Abu Dawud). Menyatunya jiwa sesama mukmin dalam cinta begitu kuat dan tetap hidup seperti satu tubuh.

Cinta memang persoalan hati (qalbu) dan hati seperti namanya adalah bersifat labil (yataqallabu) sehingga yang diperlukan adalah upaya maksimal lahir batin dalam pengendaliannya secara adil untuk setiap yang berhak atasnya. Nabi saw memaklumi fenomena batin ini dalam pengakuannya:
“Ya Allah, inilah usahaku sebatas kuasaku, maka janganlah Engkau cela diriku tentang apa yang Engkau kuasai dan aku tidak kuasai (hati).” (HR. Abu Dawud).

Melalui proses manajemen dan pengendalian cinta, seseorang dapat menjadikan perasaan cinta sebagai motivasi kontrol dalam kerangka kebajikan dan kemuliaan.Manajemen cinta akan menumbuhkan sikap adil dalam cinta yang membawa hidup sehat dan seimbang (tawazun) dan bukan menjadi sumber penyakit sebagaimana Ibnul Qayyim sampaikan bahwa cinta bagi ruh sama dengan fungsi makanan bagi tubuh. Jika engkau meninggalkannya tentu akan membahayakan dirimu dan jika engkau terlalu banyak menyantapnya serta tidak seimbang tentu akan membinasakanmu. Kelezatan hidup inilah yang dilukiskan dalam hadits tentang kelezatan iman:
“Ada tiga perkara yang siapa pun memilikinya niscaya akan merasakan kelezatan iman; barang siapa yang Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari lainnya, barang siapa yang mencintai seseorang hanya karena Allah, dan siapa yang benci kembali kepada kekafiran sebagaimana ia benci dicampakkan ke dalam neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Proses menuju cinta suci yang diberkati Allah tidaklah mudah sehingga memerlukan upaya manajemen diri termasuk pengendalian ego dan penumbuhan rasa empati serta solidaritas sebagai persyaratan iman. Sabda Nabi saw:
“Tidaklah beriman seseorang di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya (seiman) sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri” Bahkan cinta sesama mukmin merupakan syarat masuk surga “Tidaklah kalian akan masuk surga sampai kalian beriman dan kalian tidak akan beriman sehingga kalian saling mencintai.” (HR. Muslim)

Cinta yang dikehendaki Islam adalah cinta sejati dan arif adalah sebagaimana cinta Allah kepada hamba-Nya dan cinta Rasulullah kepada umatnya sehingga yang diinginkan Allah dari hamba-hamba-Nya hanyalah kebaikan, kesempurnaan dan kemuliaan dengan membenci segala kemungkaran dan kejahatan. (QS. Fathir: 35, Al-Kahfi: 18).

Seorang muslim hanya mengenal cinta suci mulia yang penuh kearifan dan kesadaran yang melahirkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya serta meletakkan cinta tersebut di atas segala-galanya sebagai tolok ukur cinta lainnya. Suatu ketika seorang Arab badui menghadap Nabi saw dan menanyakan perihal datangnya kiamat, lalu beliau balik bertanya: “Apa yang telah kau persiapkan?” Ia menjawab: “Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya” Beliau menyahut: “Engkau bersama siapa yang kau cintai” (HR. Bukhari dan Muslim)

Cinta karena Allah dan benci karena Allah akan menjadi filter, kontrol sekaligus tolok ukur dalam mencintai segala hal. Dengan demikian cinta yang tulus karena Allah Dzat Maha Abadi inilah yang akan bertahan abadi sementara cinta yang dilandasi motif lainnya justru yang akan cepat berubah, bersifat temporer dan akan membuahkan penyesalan. (QS. Az-Zukhruf: 43, Al-Furqan: 25)

Subhanallah....


by : Dian Aseani